Kesan Berfikir Dan Berintuisi : Sebuah Romantika Logika Bersama Dialektika Dalam Madilog



Berfikirlah secara radikal, maka kau akan terbebas dari pemikiran yang radikal!
Bergerak di dunia pemikiran memang tidaklah mudah. Ada banyak yang perlu difahami serta diresapi dari setiap perkara kita temui. Mulai dari hal-hal yang berkaitan dengan fenomena di tengah masyarakat, seperti realita Sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Hingga kepada hal-hal yang berbau mistis yang sudah menjadi prinsip dan bahkan keyakinan yang dipegang erat secata turun-temurun.

Meskipun demikian, bergelut di dunia pemikiran merupakan hal yang cukup menyenangkan serta menjadi menjadi perkara yang dijalani dalam keseharian. Tidak bisa tidak, ketika berjumpa dan bercengkrama dengan masyarakat, ada banyak hal-hal baru yang senantiasa perlu dirumuskan makna dan  hakikatnya agar bisa difahami serta diaplikasikan di dalam kehidupan. Di samping itu, pada hal-hal terkait ekonomi, politik, dan ekonomi politik pun sudah secara langsung menyentuh dunia pemikiran, seperti mengapa sebuah negara harus berutang, tentang bagaimana masyarakat yang berusaha secara mikro lebih tahan terhadap krisis, hingga pada mengapa harus ada oposisi di dalam struktur bernegara. Semuanya tidak bisa lepas dari pergolakan di dunia pemikiran, dan dengan ini jualah masyarakat akan mampu bertahan dari serangan berita-berita palsu atas hoax.

Sebelum berkenalan dengan Madilog, aku berada didalam kekakuan berfikir yang hanya terpaku pada konsep-konsep klasik yang sudah sering dibahas di bangku sekolah. Aku yang hanya merumuskan segala sesuatu hanya dengan proses pemikiran yang searah serta tanpa proses berfikir radikal terlebih dahulu, sehingga terkadang aku memiliki pemikiran yang bisa terbilang dangkal dan radikal.

Ups,  sebum dilanjutkan, mungkin terdengar sedikit aneh. Bagaimana mungkin jika tidak menempuh proses berfikir yang radikal, akan tercipta pemikiran yang radikal? Nah, dalam hal ini, kata radikal di sini memiliki dua arti yang berbeda. Pertama, radikal dalam berfikir bermakna bahwa seseorang menempuh proses berfikir yang mengakar dan mendalam, sesuai dengan asal makna dari kata radikal itu sendiri, yakini radix (akar). Sementara, pemikiran yang radikal itu adalah kecenderungn seseorang memiliki pemikiran yang keras dan cenderung dangkal, serta memutuskan segala perkara tanpa proses berfikir yang radikal (mendalam). Jadi, dua kata radikal di sini memiliki dua arti yang berlawanan.

Nah, itulah yang aku dapatkan ketika berjumpa dan bercengkrama dengan Pemikiran Bapak Republik, Tan Malaka bersama Madilog-nya. Pengoptimalan logika dan dialektika dalam berfikir serta memaknai segala fenomena yang ada di tengah masyarakat, mampun menuntun aku pada budaya berfikir yang sistematis serta mendalam, dan tak jarang aku menemui makna-makna baru dalam kehidupan yang selama ini tidak terfikirkan sama sekali. Seperti halnya dalam memaknai kejahatan dan kebodohan pada seseorang. Selama ini, kita tentu berfikir bahwa logisnya, situasi masa depan seseorang ditentukan oleh masa sekarangnya. Jika ia sudah terbiasa jahat dan bodoh di masa sekarang, maka kita akan memberikan justifikasi yang kuat tentang bagaimana masa depan yang akan ia temui. Adapun kita sesekali berfikir bahwa hal tersebut tidaklah selamanya, namun bagaimana kita akan tetap memiliki anggapan kuat bahwa hal itu akan tetap ada pada dirinya.

Namun, ketika output pemikiran dengan logika berkata demikian, maka dengan dialektika, kita akan menempuh arah berfikir yang silmultan, sehingga kita akan menemukan penilaian yang amat berbeda. Bahwa yang jahat dan bodoh di masa sekarang, berkemungkinan akan menjadi manusia yang cemerlang, disebabkan gerakan kehidupan yang ia tempuh, serta bagaimana ia ditekan oleh pengalamannya sendiri. Dan begitupun juga sebaliknya, yang baik dan cerdas saat ini, berkemungkinan juga akan menjadi si jahat dan si bodoh di masa depan, karena pergerakan hidup ia lalui tidak dengan hati-hati.

Dengan demikian, Pengajaran yang berharga dan berkesan bersama Madilog ini telah memberikan model berfikir yang senantiasa terbarukan, dan kita harus tetap fleksibel dalam memaknai fenomena yang ada yang sejatinya merupakan bagian dari Materialism. Maka, antara MA (Materialism), DI (Dialektika, dan LOG (Logika) harus senantiasa berjalan secara simultan. Jika hanya dilalui dengan proses berfikir yang searah saja, maka tidak salah jika banyak di antara kita yang begitu mudah terpengaruh oleh isu-isu palsu (hoax).-

Komentar

  1. Luar biasa tulisannya, membuat saya melihat radikal dalam sisi yang berbeda. Great job.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, semoga bermanfaat ya kakak...

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer