Pendosa Yang Sombong
Jika melihat
tajuk dari tulisan ini, mungkin akan menimbulkan persepsi yang beragam dan
berbagai dugaan akan muncul dari pikiran kamu mengenai hal yang akan menjadi
ocehan saya saat ini. Tetapi, sebelum membacanya lebih lanjut. Mari hilangkan
segala pikiran negatif yang tengah hinggap di benakmu, sirnakan semua emosi
yang berbahaya, dan hidupkan kerasionalan pemikiranmu.
Jika berbicara
tentang kehidupan sebagai manusia. Kita tentu tidak akan lepas dari hal-hal
yang berkaitan dengan dosa. Kita semua sepakat, semua manusia yang hidup saat
ini adalah para pendosa yang mengemban dosa yang tidak sedikit. Sehingga,
manusia memilih bernaung pada agama yang mereka yakini dan salah satu tujuannya
adalah untuk menyirnakan dosa dari dirinya, demi meraih kehidupan yang bahagia
dan hakiki. Bebas dari beban.
Kendatipun
demikian, dari sekian banyak pendosa yang hidup di dunia ini. Tidak semuanya
menjalani kehidupan layaknya pendosa yang tahu diri. Ada yang menikmati hidup
dengan menjadikan diri sebagai mesin pencetak dosa, merasa bahagia tanpa
merasakan beban dari dosa dimiliki. Ada yang menjalani hidup layaknya orang
suci namun bersikap bak orang yang bebas dari dosa, sehingga dengan mudahnya
merendahkan pendosa-pendosa lainnya. Dan ada juga yang berbangga diri dengan
dosanya, dan menantang pendosa-pendosa lainnya untuk menghinanya, merendahkan,
serta mengucilkan.
Nah, pada
tulisan kali ini. Saya hanya hendak menorehkan sebuah renungan dan tentunya
sebagai pendosa. Renungan saat ini adalah berkenaan dengan kelompok pendosa
yang tidak mengetahui hakikat dirinya sebagai pendosa. Mungkin, kita bisa
menganggap sebagai sebuah kesombongan dalam berdosa dan ke-tidak tahu diri-an
yang mengakar terhadap dosa tersebut. Dan akhirnya, jauh dari hakikat
sebenarnya hidup sebagai pendosa.
Dalam renungan
kali ini. Saya melihat ada dua golongan pendosa yang sombong yang sering kita
temui dalam kehidupan kita. Mungkin terdapat di dalam diri kita ciri-ciri dari
dua golongan tersebut. Siapa sajakah mereka? Mari kita bahas satu-persatu.
Pertama, yaitu
golongan pendosa yang suka mencaci, menghuta, serta menyerapai pendosa lain.
Hal ini ada karena adanya perasaan di dalam diri yang merasa bahwa ia adalah
orang yang terbebas dari dosa. Sehingga, ia melihat orang lain sebagai yang tak
layak untuk diperlakukan dengan sebagai-mana mestinya. Sikap lain dari golongan
ini adalah bagaimana ia menyikapi orang-orang yang tak sefaham dengannya, tidak
sependapat. Mereka lebih cenderung menggunakan cacian, serta hujatan yang tak
enak didengar.
Golongan yang
kedua adalah golongan pendosa yang bangga menunjukkan dosanya. Ada yang dengan
memancing orang lain untuk menghina, menghujat, dan bahkan mengucilkannya.
Kata-kata yang paling sering digunakan adalah “ jika kalian merasa suci dari
dosa, Hinalah saya. Kalian suci dan aku bergelimang dosa...”. Sehingga hal
tersebut memberikan kesan bahwa seseorang begitu bangga dengan dosa yang ia
miliki dan itu sudah dianggap sebagai sebuah pakaian kebesaran yang tidak boleh
disentuh oleh siapapun.
Teman-temanku
sekalian. Tuhan membuat dosa ini tidak berwujud karena semata ingin menutupi
umatnya dari kenistaan. Mengapa demikian? Karena dosa hakikatnya adalah sebuah
aib yang seharusnya untuk ditutupi dan dihapus. Bagaimana mungkin kita akan
begitu sombong menistakan orang lain dengan dosa-dosanya, sementara kita
sendiri lupa dengan dosa kita. Dan bagaimana pula kita akan membanggakan diri
sebagai pendosa? Padahal dosa itu adalah aib dan kotoran yang harus dimusnahkan
dan dibersihkan?.
Oleh karena
itulah, Tuhan senantiasa memerintahkan kita untuk bertaubat serta diikuti
dengan memperbanyak amalan baik dan saling menasehati antar sesama. Ya,
nasehat-menasehati dengan penuh kasih sayang, merangkul dan saling membimbing.
Sehingga, itu akan menjadikan kita sebagai manusia yang sadar akan dosa yang
dipikul atau saya menyebutnya sebagai “pendosa yang tahu diri”.
Semoga kita
semua senantiasa berusaha untuk membersihkan diri dari dosa. Dan menjadi
manusia yang bermanfaat untuk sesama. Dan yang paling penting, jangan sesekali
menjadi “Pendosa yang Sombong”
Komentar
Posting Komentar